BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dari interpretasi yang berbeda terhadap
ayat-ayat yang zhanni, kemudian muncul
berbagai macam aliran pemikiran Islam. Ini bermula ketika Nabi Muhammad SAW
wafat. Di zaman Nabi pemetaan pemikiran belum terjadi karena Nabi menjadi
sumber rujukan tunggal dalam memahami ayat-ayat tersebut.
Sekarang kita kenal berbagai macam
pemikiran atau aliran-aliran pemikiran dalam Islam. Hal tersebut sedikit menjelimet dan membuat
kaum muslimin sedikit bingung dalam pmenyaksikan realitas yang ada. Terlebih
dalam persoalan siapa yang benar dan siapa yang salah? Maka dari itu, siapa
yang akan diikuti menjadi persoalan yang lebih rumit lagi.
Aliaran –aliran dalam Islam secara garis
besarnya adalah tasawuf, politik, hukum, filsafat dan teologi. Masing-masing
dari pembagian aliran-aliran yang telah kami sebutkan di atas. Mereka
terbagi-terbagi lagi menjadi beberapa bagian.
Namun hal yang terpenting yang harus
digaris bawahi sumber mereka satu yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Sedang
realitas yang ada meman benar adanya bahwa Allah SWT menurunkan ayat yang
sifatnya zhanni lebih banyak daripada ayat yang sifatnya Qhat’i. Agar daya
nalar yang dimiliki oleh manusia berkembang.
Dan kami di sini ingin mengatakan
perbedaan tersebut janganlah dianggap sebagai sebuah masalah, terlebih
mengatakan hal itu adalah ‘aib. Tidak perlu bingung, dan menjadikannya sebagai
beban yang memberatkan kehidupan kita. Yang terpenting mengikuti ajaran yang
telah diyakini dengan sebaik mungkin. Dengan landasan fitrah yang menjadi
neraca.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Sebutkan bagian-bagian aliran-aliran
dalam pemikiran islam?
2. Jelaskan sejarah terbentuknya
aliran-aliran dalam pemikiran islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. ALIRAN-ALIRAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM
1. A. Aliran-aliran fiqih
Secara histories, hukum islam telah
menjadi 2 aliran pada zaman sahabat Nabi Muhammad SAW. Dua aliran tersebut
adalah Madrasat Al-Madinah dan Madrasat Al-Baghdad/Madrasat Al-Hadits dan
Madrasat Al-Ra’y. Aliran Madinah terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di
Madinah, aliran Baghdad/kuffah juga terbentuk karena sebagian sahabat tinggal
di kota tersebut.
Atas jasa sahabat Nabi Muhammad SAW yang
tinggal di Madinah, terbentuklah Fuqaha Sab’ah yang juga mengajarkan dan
mengembangkan gagasan guru-gurunya dari kalangan sahabat. Diantara fuqaha
sab’ah adalah Sa’id bin Al-Musayyab. Salah satu murid Sa’id bin Al-Musayyab
adalah Ibnu Syihab Al-Zuhri dan diantara murid Ibnu Syihab Al-Zuhri adalah Imam
Malik pendiri aliran Maliki. Ajaran Imam Maliki yang terkenal adalah menjadikan
Ijma dan amal ulama madinah sebagai hujjah. Dan di Baghdad terbentuk aliran
ra’yu, di Kuffah adalah Abdullah bin Mas’ud, salah satu muridnya adalah
Al-Aswad bin Yazid Al-Nakha’I salah satu muridnya adalah Amir bin Syarahil
Al-Sya’bi dan salah satu muridnya adalah Abu Hanifah yang mendirikan aliran
Hanafi. Salah satu ciri fiqih Abu Hanifah adalah sangat ketat dalam penerimaan
hadits. Diantara pendapatnya adalah bahwa benda wakaf boleh dijual, diwariskan,
dihibahkan, kecuali wakaf tertentu. Karena ia berpendapat bahwa benda yang
telah diwakafkan masih tetap milik yang mewakafkan.
Murid Imam Malik dan Muhammad
As-Syaibani (sahabat dan penerus gagasan Abu Hanifah) adalah Muhammad bin Idris
Al-Syafi’I, pendiri aliran hukum yang dikenal dengan Syafi’iyah atau aliran Al-Syafi’i.
Imam ini sangat terkenal dalam pembahasan perubahan hukum Islam karena
pendapatnya ia golongkan menjadi Qoul Qodim dan Qoul Jadid.
Salah satu murid Imam Syafi’i adalah
Ahmad bin Hanbal pendiri aliran Hanbaliyah. Disamping itu masih ada aliran zhahiriyah
yang didirikan oleh Imam Daud Al-Zhahiri dan aliran Jaririyah yang didirikan
oleh Ibnu Jarir Al-Thabari.
Dengan demikian, kita telah mengenal
sejumlah aliran hukum islam yaitu Madrasah Madinah, Madrasah Kuffah, Aliran
Hanafi, Aliran Maliki, Aliran Syafi’I, Aliran Hanbali, Aliran Zhahiriyah dan
Aliran Jaririyah. Tidak dapat informasi yang lengkap mengenai aliran-aliran
hukum islam karena banyak aliran hukum yang muncul kemudian menghilang karena
tidak ada yang mengembangkannya.
Thaha Jabir Fayadl Al-Ulwani menjelaskan
bahwa mazdhab fiqih islam yang muncul setelah sahabat dan kibar At-Tabi’in
berjumlah 13 aliran, akan tetapi tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar
dan metode istinbath hukum yang digunakannya.
Berikut pendiri aliran-aliran tersebut :
1. Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar
Al-Bashri
2. Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin
Zuthi
3. Al-Uza’i ‘Abu Amr A’bd Al-Rahmat bin
‘Amr bin Muhammad
4. Sufyan bin Sa’id bin Masruq Al-Tsauri
5. Al-Laits bin Sa’d
6. Malik bin Anas Al-Bahi
7. Sufyan bin U’yainah
8. Muhammad bin Idris
9. Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
10. Daud bin Ali Al-Ashbahani
Al-Baghdadi
11. Ishaq bin Rahawaih
12. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid
Al-Kalabi
Aliran hukum islam yang terkenal dan
masih ada pengikutnya hingga sekarang hanya beberapa aliran diantaranya
Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbaliyah, akan tetapi yang sering
dilupakan dalam sejarah hukum islam adalah bahwa buku-buku sejarah hukum islam
cenderung memunculkan aliran-aliran hukum yang berafiliasi dengan aliran sunni,
sehingga para penulis sejarah hukum islam cenderung mengabaikan pendapat
khawarij dan syi’ah dalam bidang hukum islam.
2. A. Aliran-aliran kalam
Menurut Ibn Khaldun, Ilmu kalam adalah
Ilmu berisi tentang alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan
iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan teerhadap
orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf
dan Ahli Sunnah. Adapun Aliran-aliran ilmu kalam diantaranya:
a. Khawarij.
Khawarij Berasal dari kata kharaja yang
berarti “keluar”. Pada awalnya, Khawarij merupakan aliran atau fraksi politik,
kelompok ini terbentuk karena persoalan kepemimpinan umat islam, tetapi mereka
membentuk suatu ajaran yang kemudian menjadi ciri umat, aliran mereka yaitu
ajaran tentang pelaku dosa besar ( murtakib al-kaba’ir ). menurut Khawarij
orang-orang yang terlibat dan menyetujui hasil tahkim telah melakukan dosa
besar. Orang islam yang melakukan dosa besar, dalam pandangan mereka berarti
telah kafir: kafir setelah memeluk Islam berarti murtad dan orang murtad halal
dibunuh berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa nabi muhammad saw bersabda ”man
baddala dinah faktuluh“, atas dasar premis-premis yang dibangunnya Khawarij
berkesimpulan bahwa orang yang terlibat dan menyetujui tahkim harus dibunuh.
Bagi mereka,pembunuhan terhadap orang-orang yag dinilai telah kafir adalah
“ibadah”.
b. Murji’ah
Kelompok Murji’ah yang dipelopori oleh
Ghilam Al-Dimasyqi berpendapat mereka bersifat netral dan tidak mau
mengkafirkan para sahabat yang terlambat dan menyetujui tahkim dalam ajaran
aliran ini, orang islam yang melakukan dosa besar tidak boleh dihukum
kedudukannya dengan hukum dunia. Mereka tidak boleh ditentukan akan tinggal di
neraka atau di surga, kedudukan mereka ditentukan di akhirat. Dan bagi mereka
Iman adalah pengetahuan tentang Allah secara mutlak. Sedangkan kufur adalah
ketidaktahuan tentang Tuhan secara mutlak, iman itu tidak bertambah dan tidak
berkurang. Imam Al-Syahrastani menjelaskan bahwa Murji’ah terbagi menjadi 6
subsekte.
c. Qodariah
Qodariah adalah aliran yang memandang
bahwa Manusia memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan perjalanan
hidupnya. menurut paham ini manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri
untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. aliran ini disebut Qadariyah karena
memandang bahwa manusia memiliki kekuatan ( qudrah ) untuk menentukan
perjalanan hidupnya dan untuk mewujudkan perbuatannya.menurut temuan sementara
ajaran ini pertamakali dikenalkan oleh Ma’bad al-Juhani karena tidak terdapat
bukti yang otentik tentang siapa yang pertamakali membentuk ajaran Qadariyah.
d. Jabariyah
Menurut aliran ini manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidup dan mewujudkan
perbuatannya, mereka hidup dalam keterpaksaan ( jabbar ), karena aliran ini
berpendapat sebaliknya; bahwa dalam hubungan dengan manusia, tuhan itu maha
kuasa.karena itu, tuhanlah yang menentukan perjlanan hidup manusia dan yang
mewujudkannya. Ajaran ini dipelopori oleh Al-ja’d bin Dirham.
e. Mu’tazilah
Mu’tazilah secara etimologi berasal dari
kata a’tazala yang berarti mengambil jarak atau memisahkan diri. Secara
terminologi adalah aliran theologi Islam yang memberi porsi besar kepada akal
atau rasio di dalalm membahas persoalan-persoalan ketuhanan. kelompok ini banyak
menggunakan kekuatan akal sehingga diberi gelar “Kaum Rasionalis Islam” dan
dikenal dengan nama “Muktazilah” yang didirikan oleh Washil bin Atha.muncul
akibat kontroversi yang terjadi dikalangan ummat islam setelah perang saudara
antara pihak Ali bin Abi Thalib melawan Zubayr dan Thalhah.
Ajaran pokok aliran Muktazilah adalah
panca ajaran atau Pancasila Muktazilah, yaitu:
·
Ke-Esaan
Tuhan (Al-Tauhid)
·
Keadilan
Tuhan (Al-Adl)
·
Janji
dan ancaman (Al-Wa’d wa Al-Wa’id)
·
Posisi
antara 2 tempat (Al-Manzilah bainal Manzilatain)
·
Amar
ma’ruf nahi munkar (Al-Amr bil Ma’ruf wa An-Nahy’an Al-Munkar).
Ahu sunnah wal jama’ahAhu sunnah wal
jama’ah terbentuk akibat dari adanya penentangan terhadap aliran Muktazilah
oleh orang Muktazilah itu sendiri, mereka adalah Abu al-Hasan, Ali bin Isma’il
bin Abi basyar ishak bin Salim bin isma’il bin abd Allah bin Musa bin Bilal bin
Abi burdah amr bin Abi musa al-asy’ari.
Imam al-asy’ari (260-324 H), menurut
Abubakar isma’il al-Qairawani adalah seorang penganut Muktazilah selama 40
tahun kemudian ia menyatakan keluar dari Muktazilah. setelah itu ia
mengembangkan ajaran yang merupakan counter terhadap gagasan –gagasan
Muktazilah.
Ajaran pokok Ahlu sunnah wal jama’ah
tidak sepenuhnya sejalan dengan gagasan Imam al-asy’ari. Para pelanjutnya
antara lain Imam abu manshur al-maturidi yang kemudian mendirikan aliran
Maturidiyyah yang ajarannya lebih dekat dengan muktazilah. Imam al- maturidi
pun memiliki pengikut yaitu al-bazdawi yang pemikirannya tidak selamanya
sejalan dengan gagasan gurunya. Oleh karena itu para ahli menjelaskan bahwa
maturidiah terbagi menjadi dua golongan:
Ø Golongan Maturidiah Samarkand, yaitu para
pengikut Imam al-maturidi.
Ø golongan Maturidiah Bukhara,yaitu para
pengikut Imam al-bazdawi yang tampaknya lebih dekat dengan ajaran al-asy’ari.
Aliran kalam terakhir yang selamanya
sejalan dengan gagasan-gagasan Imam Al-Asy’ari, terutama karena aliran Ahl
As-Sunnah wa Al-jama’ah menggunakan logika (manthiq) dalam menjelaskan teologi,
sedangkan aliran salafi menghendaki teologi apa adanya tanpa dimasuki oleh
unsur ra’y.
3. A. Aliran-aliran metapisika dan gnosis
(tasawuf)
Aliran tasawuf atau mistik islam atau
dasarnya merupakan pengalaman al-tajribah seperitual yang bersifat pribadi
meskipun demikian, pengalaman ulama yang satu dengan yang lain memiliki
kesamaan- kesamaan disamping perbedaan-perbedaan yang tidak dapat diabaikan
oleh karena itu, dalam tasawuf terdapat petunjuk yang bersifat umum tentang
maqamat dan ahwal.
Unsur-unsur yang dianggap berpengaruh
pada ajaran tasawuf adalah kebiasaan rahib kristen yang menjauhi dunia dan
kesenangan materi, ajaran-ajaran hindu, ajaran pythagoras tentang kontemplasi,
dan filsafat emanisi plotinus.
Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran
yang membicarakan kedekatan antara hamba dengan allah.dalam al-qur’an terdapat
beberapa ayat yang menunjukkan kedekatan hamba dengan Allah; antara lain bahwa
“Allah itu dekat dengan manusia”(Q.S. Al-Baqarah:186) dan “dan kami telah lebih
dekat kepadanyadari pada urat lehernya”(Q.S.Qaf:16).
Pada awalnya, tasawuf merupakan ajaran
tentang zuhud. Oleh karena itu, pelakunya disebut zahid. Kemudian, ia
berkembang dan namanya diubah menjadi tasawuf, sedangkan pelakunya disebut
shufi. Zahid pertama yang masyur adalah Al-Hasan Al-Bashri (642-728 M) dan
diantara pendapat yang terkenal dalam raswif adalah “orang mukmin tidak akan
bahagia sebelum berjumpa dengan tuhannya.
Metode tasawuf ada tiga, yaitu tahalli,
takhalli, dan tajalli. Tahalli adalah pengosongan diri shufi; tajalli adalah
mukasyafah, ma’rifah, dan musyahadah. Dua cara yang pertama tahalli dengan
takhalli termasuk khuluqi. Sedangkan terakhir termasuk tahaqquq ( penyatu diri
dengantuhan) sehingga termasuk tasawuf falsafi.
Didalam ajaran shufi bahwa tuhan
berkehendak untuk menyatu dengan manusia,suatu keadaan mental yang diperoleh
manusia tanpa bisa di usahakan maka disebut hal atau ahwal. Demikian pula
adanya hubungan timbal nbalik antara tuhan dengan shufi.
4. A. Aliran-aliran filsafat dan teosofi
Filsafat islam hakikatnya bersumber dari
wahyu sebagai inti dan akal sebagai pendukungnya. Aliran ini muncuk akibat
pergolakan internal di kalangan umat islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW.
Disamping reaksi terhada\ pengaruh filsafat yunani dan peradaban asing terhadap
umat islam. Dengan perkembangan baru seperti ini, timbullah berbagai
perubaghan, terutama perubahan pemikiran yang membentuk berbagai mazhab dan
aliran tertentu.
Menurut kartanegara (1987), dalam
filsafat islam ada empat aliran berikut:
v Filsafat islam peripatetik (memutar atau
berkeliling) merujuk kebiasaan Aristoteles yang selalu berjalan-jalan
mengelilingi muridnya ketika mengerjakan filsafat. Ciri khas aliran ini secara
metodologis atau epistemologis adalah menggunakanlogika formal yang berdasarkan
penalaran akal (silogisme) serta penekanan yangkuat pada daya-daya rasio.
Tokoh-tokohnya yang terkenal adalah Al-Kindi, Al-farabu, Ibnu Sina, Ibn Ruysd,
dan Nashir Ad-Din Thusi.
v Filsafat islam aliran iluminasionis
(israqi). Didirikan oleh pemikiran Iran, Suhrawardi Al-Maqtul. Aliran ini
memberi tempat yang penting bagi metode intuitif (irfani). Menurutnya, dunia
ini terdiri atas cahaya dan kegelapan.. Menurutnya, dunia ini terdiri atas
cahaya dan kegelapan. Baginya tuhan adalah cahaya sebagai satu-satunya realitas
sejati (nur al-anwar), cahaya diatas cahaya.
v Filsafat islam, aliran irfani (tasawuf).
Tasawuf bertumpu pada pengalaman mistis yang bersifat suprarasional. Jika
pengenalan rasional bertumpu pada akal, penggenalan sufistik beertumpu pada
hati. Tokoh yang terkenal adalah Jalaludin Rumi dan Ibn Arabi.
v Filsafat islam, aliran hikmah
muta’aliyyah (teosofi transeden). Diwakili oleh seorang fisuf syi’ah, yaitu
Muhammad Ibn Ibrahim Yahya Qawami yang dikenal dengan Shadr Ad-Din Asy-Syirazi,
atau dikenak dengan Mulla Sharda, yaitu seoranf filsuf yang berhasilmenyintesiskan
ketiga aliran diatas.
Dalam
pandangan fisafat islam, Fenomena alam tidak terdiri tanpa ada hubungan dan
kekuasaan ilahi. Mempelajari alam berarti mempelajari ciptaanya. Dengan
demikian, penelitian alam semesta (jejak-jejak ilahi) akan mendorong kita untuk
mengenal ilahi dan semakin mempertebal keyakinan terhadapnya. Fenomena alam
bukan realitas independen, melainkan tanda-tanda Allah SWT. Fenomena alam
adalah ayat-ayat yang bersifat qauniyyah, sedangkan kitab suci adalah ayat-ayat
yang bersifat qauliyah. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu agama dan umum menempati
posisi yang mulia sebagai objek ilmu.
B. SEJARAH MUNCULNYA ALIRAN PEMIKIRAN DALAM
ISLAM
Awalnya karena persoalan politik, lalu
berlanjut pada masalah akidah dan takdir.
Ketika Nabi Muhammad SAW mulai
menyiarkan ajaran Islam di Makkah, kota ini memiliki sistem kemasyarakatan yang
terletak di bawah pimpinan suku bangsa Quraisy. Sistem pemerintahan kala itu
dijalankan melalui majelis yang anggotanya terdiri atas kepala-kepala suku yang
dipilih menurut kekayaan dan pengaruh mereka dalam masyarakat.
Tetapi, pada saat Nabi SAW diangkat
sebagai pemimpin, beliau mendapat perlawanan dari kelompok-kelompok pedagang
yang mempunyai solidaritas kuat demi menjaga kepentingan bisnisnya. Akhirnya,
Nabi SAW bersama para pengikutnya terpaksa meninggalkan Makkah dan pergi
(hijrah) ke Yatsrib (sekarang bernama Madinah) pada tahun 622 M.
Ketika masih di Makkah, Nabi SAW hanya
menjadi pemimpin agama. Setelah hijrah ke Madinah, beliau memegang fungsi
ganda, yaitu sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Di sinilah awal
mula terbentuk sistem pemerintahan Islam pertama, yakni dengan berdirinya
negara Islam Madinah.
Ketika Nabi SAW wafat pada 632 M, daerah
kekuasaan Madinah tak sebatas pada kota itu saja, tetapi meliputi seluruh
Semenanjung Arabia. Negara Islam pada waktu itu, sebagaimana digambarkan oleh
William Montgomery Watt dalam bukunya yang bertajuk Muhammad Prophet and
Statesman, sudah merupakan komunitas berkumpulnya suku-suku bangsa Arab. Mereka
menjalin persekutuan dengan Muhammad SAW dan masyarakat Madinah dalam berbagai
bentuk.
Sepeninggal Nabi SAW inilah timbul
persoalan di Madinah, yaitu siapa pengganti beliau untuk mengepalai negara yang
baru lahir itu. Dari sinilah, mulai bermunculan berbagai pandangan umat Islam.
Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakar as-Siddiq-lah yang disetujui oleh umat
Islam ketika itu untuk menjadi pengganti Nabi SAW dalam mengepalai Madinah.
Selanjutnya, Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab. Kemudian, Umar digantikan
oleh Usman bin Affan.
Munculnya perselisihan. Awal kemunculan
aliran dalam Islam terjadi pada saat khilafah Islamiyah mengalami suksesi
kepemimpinan dari Usman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib. Masa pemerintahan Ali
merupakan era kekacauan dan awal perpecahan di kalangan umat Islam. Namun,
bibit-bibit perpecahan itu mulai muncul pada akhir kekuasaan Usman.
Di masa pemerintahan khalifah keempat
ini, perang secara fisik beberapa kali terjadi antara pasukan Ali bin Abi
Thalib melawan para penentangnya. Peristiwa-peristiwa ini telah menyebabkan
terkoyaknya persatuan dan kesatuan umat. Sejarah mencatat, paling tidak, dua
perang besar pada masa ini, yaitu Perang Jamal (Perang Unta) yang terjadi
antara Ali dan Aisyah yang dibantu Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah
serta Perang Siffin yang berlangsung antara pasukan Ali melawan tentara Muawiyah
bin Abu Sufyan.
Faktor penyulut Perang Jamal ini
disebabkan oleh yang Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman. Ali
sebenarnya ingin sekali menghindari perang dan menyelesaikan perkara itu secara
damai. Namun, ajakan tersebut ditolak oleh Aisyah, Zubair, dan Talhah. Zubair
dan Talhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan
dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu,
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Ali semasa memerintah juga mengakibatkan
timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah bin Abu Sufyan, yang
didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi--di masa pemerintahan Khalifah
Usman yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.
Perselisihan yang terjadi antara Ali dan
para penentangnya pun menimbulkan aliran-aliran keagamaan dalam Islam, seperti
Syiah, Khawarij, Murjiah, Muktazilah, Asy'ariyah, Maturidiyah, Ahlussunah wal
Jamaah, Jabbariyah, dan Kadariah.Aliran-aliran ini pada awalnya muncul sebagai
akibat percaturan politik yang terjadi, yaitu mengenai perbedaan pandangan
dalam masalah kepemimpinan dan kekuasaan (aspek sosial dan politik). Namun,
dalam perkembangan selanjutnya, perselisihan yang muncul mengubah sifat-sifat
yang berorientasi pada politik menjadi persoalan keimanan.
''Kelompok khawarij yang akhirnya
menjadi penentang Ali mengganggap bahwa Ali tidak melaksanakan keputusan hukum
bagi pihak yang memeranginya sebagaimana ajaran Alquran. Karena itu, mereka
menunduh Ali kafir dan darahnya halal,'' kata guru besar filsafat Islam, Prof
Dr Mulyadi Kartanegara, kepada Republika.
Sementara itu, kelompok yang mendukung
Ali dan keturunannya (Syiah) melakukan pembelaan atas tuduhan itu. Dari
sinilah, bermunculan berbagai macam aliran keagamaan dalam bidang teologi.
Selain persoalan politik dan akidah (keimanan), muncul pula pandangan yang
berbeda mengenai Alquran (makhluk atau kalamullah), qadha dan qadar, serta
sebagainya.Sunni dan Syiah Dua Aliran Teologi yang Masih Bertahan.
Dari sekian banyak aliran kalam
(teologi) yang berkembang di masa kejayaan peradaban Islam, seperti Syiah,
Khawarij, Muktazilah, Murjiah, Kadariyah, Jabbariyah, Asy'ariyah, Maturudiyah,
dan sebagainya, hingga saat ini hanya dua aliran yang masih memiliki banyak
pengikut. Kedua aliran itu adalah Ahlussunnah wal Jamaah (biasa disebut dengan
kelompok Sunni) dan Syiah.
Penganut kedua paham ini tersebar di
berbagai negara di dunia yang terdapat komunitas Muslim. Tak jarang, dalam satu
negara Muslim, terdapat dua penganut aliran ini. Secara statistik, jumlah
Muslim yang menganut paham Sunni jauh lebih banyak dibandingkan yang menganut
paham Syiah. Wikipedia menyebutkan, sekitar 90 persen umat Muslim di dunia
merupakan kaum Sunni dan sekitar 10 persen menganut aliran Syiah.
Namun, sumber lain menyebutkan, paham
Syiah dianut oleh sekitar 20 persen umat Islam. Sementara itu, penganut Islam
Sunni diikuti lebih dari 70 persen. Rujukan lain menyebutkan, penganut Islam
Sunni sebanyak 85 persen dan Syiah 15 persen.
Kendati jumlahnya tak lebih dari 20
persen, penganut Syiah ini tersebar hampir di seluruh dunia. Yang terbesar ada
di Iran dan Irak, kemudian sedikit di Afghanistan, Pakistan, India, Lebanon,
Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, beberapa negara pecahan Uni Soviet, beberapa
negara di Eropa, dan sebagian di Amerika Serikat.
Seperti halnya Syiah, paham Sunni juga
dianut oleh umat Islam di negara-negara tersebut. Tetapi, itu dalam komposisi
yang berbeda-beda antara satu negara dan negara yang lain. Paham Sunni dianut
lebih banyak umat, termasuk di Indonesia.
Di Iran yang mayoritas penduduknya
adalah Muslim, 90 persen merupakan penganut Syiah dan hanya delapan persen yang
menganut aliran Ahlusunah Waljamaah. Karena jumlahnya mayoritas, paham Syiah
tidak hanya diperhitungkan sebagai aliran teologi, tetapi juga sebagai gerakan
politik di Iran.
Di Irak, 60 persen penduduk Muslimnya
menganut paham Syiah dan 40 persen merupakan Sunni. Namun, ada juga yang
menyebutkan, penganut Islam Syiah di negeri 'Seribu Satu Malam' ini berkisar
60-65 persen dan penganut Suni 32-37 persen. Para penganut Syiah di Irak merupakan
orang dari suku Arab. Sementara itu, penganut Islam Sunni adalah mereka yang
berasal dari suku Arab, Kurdi, dan Turkmen.
Di negara Muslim lainnya, seperti
Afghanistan, jumlah Muslim Sunni mencapai 80 persen, Syiah 19 persen, dan
penganut agama lainnya satu persen. Di Sudan, 70 persen penduduknya merupakan
penganut Islam Sunni yang mayoritas bermukim di wilayah utara Sudan. Di Mesir,
90 persen penduduknya adalah penganut Islam yang mayoritas beraliran Suni.
Sementara itu, sisanya menganut ajaran sufi lokal.
Sedangkan, masyarakat Muslim di Lebanon,
selain menganut paham Sunni dan Syiah, juga menganut paham Druze. Namun, dari
59 persen penduduk Lebanon yang beragama Islam, tidak diketahui secara pasti
berapa komposisi penganut paham Sunni, Syiah, dan Druze.
Berbagai sumber yang ada menyebutkan
bahwa komunitas Suku Kurdi (kurang dari satu persen) yang bermukim di Lebanon,
termasuk dalam kelompok Sunni. Jumlah mereka diperkirakan antara 75 ribu hingga
100 ribu orang. Selain itu, ada pula ribuan Suku Beduin Arab yang tinggal di
wilayah Bekaa dan Wadi Khaled, yang semuanya itu menganut paham Sunni. Kendati
demikian, di beberapa negara Muslim yang mayoritas menganut paham Sunni,
seperti Indonesia dan Malaysia, penganut Syiah nyaris tidak diperhitungkan,
baik sebagai aliran teologi maupun gerakan politik.
Siapa Ahlus Sunnah wal Jamaah?
Ketika membicarakan aliran-aliran
teologi dalam Islam, ada sebuah hadis Nabi SAW yang selalu diutarakan, ''Umatku
akan terpecah menjadi 73 golongan. Satu di antaranya yang selamat, sedangkan
lainnya menjadi golongan yang rusak. Beliau ditanya, siapa golongan yang selamat itu? Beliau menjawab Ahlus Sunnah wal
Jama'ah.'' (Hadis riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ahmad).
Banyak ulama berpendapat, Ahlus Sunnah
wal Jamaah adalah mereka yang mengikuti semua yang berasal dari Nabi SAW, baik
perkataan, perbuatan, pengakuan, maupun hal-hal lain yang dikaitkan dengan
pribadi Rasulullah SAW. Itu sebabnya aliran ini disebut juga Ahlul Hadis was
Sunnah (golongan yang berpegang pada hadis dan sunah).
Siapa dan kelompok manakah yang masuk
dalam kategori Ahlus Sunnah wal Jamaah itu? Mayoritas umat Islam mengaku
mempraktikkan sunah-sunah Nabi SAW, namun secara ideologi dan emosional terikat
dengan aliran-aliran yang berbeda.Untuk menjawab pertanyaan di atas, secara
definitif tidaklah mudah. Ada aspek-aspek yang mesti dilihat sebelum
menggolongkan kelompok tertentu sebagai Ahlus Sunnah atau bukan. Aspek-aspek
yang dimaksud adalah sejarah, sosial, budaya, dan politik.
Mengenai hal ini, ada beberapa alasan.
Pertama, ajaran Islam mampu mengubah lingkungan sosial dan budaya yang
berimplikasi pada perubahan pandangan hidup masyarakatnya. Kedua, dalam proses
perubahan dari kondisi lama pada kondisi baru, terjadi penghayatan terhadap
ajaran Islam yang dipengaruhi oleh keadaan sosial budaya setempat. Setiap
masyarakat akan menghayati dan merespons ajaran Islam dengan cara yang berbeda
karena mereka berada di suatu masa dan lingkungan yang tidak sama.
Itulah mengapa ada Asy'ariyah yang
berkembang di Irak, Maturidiyah di Samarkand, dan Thohawiyah di Mesir.
Ketiganya dianggap sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Pada awalnya,
aliran-aliran tersebut muncul untuk merespons realitas yang sedang dihadapi
umat Islam. Ketika itu, ide-ide yang ditawarkan ulama besar adalah cara pandang
baru tentang kehidupan beragama, bukan menawarkan aliran teologi baru.
Sejarah mencatat, munculnya Asy'ariyah
adalah respons terhadap kebijakan penguasa Dinasti Abbasiyah yang menjadikan
Muktazilah sebagai aliran resmi pemerintah. Pengaruh paham Muktazilah mencapai
puncaknya pada masa Khalifah Al-Ma'mun (198-218 H/813-833 M), Al-Mu'tasim
(218-228 H/833-842 M), dan Al-Wasiq (228-233 H/842-847 M).Muktazilah terkenal
mengagungkan rasionalitas yang sulit diterima oleh masyarakat awam. Kemudian,
Asy'ariyah muncul menawarkan cara pandang baru yang lebih sederhana dan
membumi. Doktrin-doktrinnya didasarkan pada sunah-sunah Nabi SAW dan tradisi
para sahabat.
Sebagai sebuah cara pandang, perbedaan
dalam tubuh Asy'ariah pun muncul. Muhammad Tholhah Hasan dalam bukunya Wawasan
Umum Ahlus Sunnah wal Jamaah menulis bahwa dalam Asy'ariyah, terdapat
perbedaan-perbedaan visi.Visi Abu al-Hasan al-Asy'ari (imam Asy'ariyah) tidak
sama dengan murid-muridnya, seperti Al-Baqillani, Al-Juwaini, Al-Ghozali, dan
As-Sanusi. Padahal, mereka mengklaim dirinya penganut Asy'ari. Demikian pula
dalam mazhab fikih, terdapat perbedaan pandangan dan fatwa antara Imam Syafi'i
dan pengikut-pengikutnya, seperti An-Nawawi, Ar-Rofi'i, Al-Buthi, Al-Qoffal,
dan lain-lain.
Dalam perjalanan sejarahnya, Ahlus
Sunnah wal Jamaah tidak berhenti pada manhaj al-fikr (cara pandang) semata,
tetapi menjelma menjadi firqoh (kelompok) yang terorganisasi. Dikatakan
demikian karena Ahlus Sunnah wal Jamaah membentuk suatu doktrin dan mempunyai
pengikut yang tetap. Jika seseorang mengaku sebagai pengikut Ahlus Sunnah wal
Jamaah, yang bersangkutan harus punya ciri-ciri tertentu dalam keyakinan,
sikap, dan perilaku.Ciri-ciri itu kemudian menjadi pembeda antara penganut
Ahlus Sunnah dan penganut aliran teologi lainnya. Masalah menjadi lebih rumit
tatkala aliran-aliran teologi Ahlus Sunnah wal Jamaah sendiri punya karakter
dan cirinya sendiri-sendiri.
Ada pengikut Ahlus Sunnah wal Jamaah
yang disebut Ahlul Atsar, yaitu mereka yang mengikuti Imam Ahmad bin Hambal.
Mayoritas kelompok ini mengikuti pandangan-pandangan Ibnu Taimiyah dan Ibnu
Al-Qayyim Al-Jauziyah. Ada yang disebut Al-Asya'iroh, yang sekarang menjadi
umat Muslim mayoritas di beberapa negara, termasuk Indonesia. Ada pula kelompok
Ahlus Sunnah ala Al-Maturidiyah yang terkenal dengan penggunaan
rasionalitasnya.
Jika ada orang yang mencari-cari manakah
di antara ketiga aliran di atas yang paling benar, jawabannya tergantung dari
aliran manakah orang tersebut berasal. Jika ia orang Indonesia, mungkin akan
menjawab Al-Asya'iroh-lah yang paling absah sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Akan tetapi, lebih arif jika umat Islam
menyikapi perbedaan itu sebagai rahmat Allah SWT. Mari, kita biarkan
perbedaan-perbedaan aliran teologi dalam Islam laksana warna-warni bunga yang
mekar di tengah taman. Bukankah sebuah taman jauh lebih indah jika ditumbuhi
aneka bunga dibandingkan taman yang hanya memiliki satu macam bunga? Tidak ada
kebenaran, kecuali Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sejarah merekam bahwa Islam sebagai
agama Universal justru mendapat tantangan dari dirinya sendiri (Universalitas).
Setiap pemeluk islam jika melihat ke dalam keluasan aspek dan pembahasannya
maka meniscayakan beragamnya pendapat dan pandangan , tak ayalnya samudera tak
bertepi, islam berusaha untuk selalu “diarungi” sejauh dan sedalam mungkin.
Maka dari itu, kita melihat banyaknya kaum muslimin baik perorangan atau
kelompok yang senantiasa berusaha sekuat mungkin untuk menemukan hakikat
ajarannya yang Universal. Tak heran jika terjadi gesekan pandangan dan
perbedaan pendapat yang mengemuka. Namun, bagi kami justru hal ini merupakan
anugerah yang memperkaya khazanah keilmuan islam.
Perbedaan yang terjadi pada ranah
teologi, politik, tasawuf, hukum hingga bangunan filsafat dan yang lainnya
memberi warna dan corak tersendiri bagi dinamika peradaban Islam. Dari
pemaparan kami di atas, dapat pembaca bayangkan betapa kayanya peradaban yang
dibangun oleh Islam dan semua hal itu adalah buah hasil dari pergesekan,
perbedaan dan dialektika yang terjadi di sepanjang sejarah islam.
Terlalu naif rasanya jika kami harus
menyimpulkan ( menyempitkan ) keluasan khazanah yang dimiliki Islam. Namun,
jika diizinkan kami ingin memberi catatan akhir bagi pemaparan pembahasan kami
bahwasanya jika kita tarik ke kehidupan beragama kita saat ini, tentu kita
seharusnya meneladani semangat yang diwariskan oleh para penyambung keagungan
pesan yang terkandung dalam Islam.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.republika.co.id/berita/shortlink/61241
iain-s.blogspot.com/2013/04/aliran-aliran-dalam-pemikiran-islam.html
chariril.blogspot.com/2014/12/aliran-aliran-dalam-pemikiran-islam-dan.html
Buku metodologi studi islam, Dr. H. Koko
Abdul Kodir, M.A.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar