Rabu, 08 Mei 2019

Makalah (Aliran-Aliran Dalam Pemikiran Islam) - Laras Aisah


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Dari interpretasi yang berbeda terhadap ayat-ayat yang zhanni,  kemudian muncul berbagai macam aliran pemikiran Islam. Ini bermula ketika Nabi Muhammad SAW wafat. Di zaman Nabi pemetaan pemikiran belum terjadi karena Nabi menjadi sumber rujukan tunggal dalam memahami ayat-ayat tersebut.
Sekarang kita kenal berbagai macam pemikiran atau aliran-aliran pemikiran dalam Islam.  Hal tersebut sedikit menjelimet dan membuat kaum muslimin sedikit bingung dalam pmenyaksikan realitas yang ada. Terlebih dalam persoalan siapa yang benar dan siapa yang salah? Maka dari itu, siapa yang akan diikuti menjadi persoalan yang lebih rumit lagi.
Aliaran –aliran dalam Islam secara garis besarnya adalah tasawuf, politik, hukum, filsafat dan teologi. Masing-masing dari pembagian aliran-aliran yang telah kami sebutkan di atas. Mereka terbagi-terbagi lagi menjadi beberapa bagian.
Namun hal yang terpenting yang harus digaris bawahi sumber mereka satu yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. Sedang realitas yang ada meman benar adanya bahwa Allah SWT menurunkan ayat yang sifatnya zhanni lebih banyak daripada ayat yang sifatnya Qhat’i. Agar daya nalar yang dimiliki oleh manusia berkembang.
Dan kami di sini ingin mengatakan perbedaan tersebut janganlah dianggap sebagai sebuah masalah, terlebih mengatakan hal itu adalah ‘aib. Tidak perlu bingung, dan menjadikannya sebagai beban yang memberatkan kehidupan kita. Yang terpenting mengikuti ajaran yang telah diyakini dengan sebaik mungkin. Dengan landasan fitrah yang menjadi neraca.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Sebutkan bagian-bagian aliran-aliran dalam pemikiran islam?
2.      Jelaskan sejarah terbentuknya aliran-aliran dalam pemikiran islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    ALIRAN-ALIRAN DALAM PEMIKIRAN ISLAM
1.      A. Aliran-aliran fiqih

Secara histories, hukum islam telah menjadi 2 aliran pada zaman sahabat Nabi Muhammad SAW. Dua aliran tersebut adalah Madrasat Al-Madinah dan Madrasat Al-Baghdad/Madrasat Al-Hadits dan Madrasat Al-Ra’y. Aliran Madinah terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di Madinah, aliran Baghdad/kuffah juga terbentuk karena sebagian sahabat tinggal di kota tersebut.
Atas jasa sahabat Nabi Muhammad SAW yang tinggal di Madinah, terbentuklah Fuqaha Sab’ah yang juga mengajarkan dan mengembangkan gagasan guru-gurunya dari kalangan sahabat. Diantara fuqaha sab’ah adalah Sa’id bin Al-Musayyab. Salah satu murid Sa’id bin Al-Musayyab adalah Ibnu Syihab Al-Zuhri dan diantara murid Ibnu Syihab Al-Zuhri adalah Imam Malik pendiri aliran Maliki. Ajaran Imam Maliki yang terkenal adalah menjadikan Ijma dan amal ulama madinah sebagai hujjah. Dan di Baghdad terbentuk aliran ra’yu, di Kuffah adalah Abdullah bin Mas’ud, salah satu muridnya adalah Al-Aswad bin Yazid Al-Nakha’I salah satu muridnya adalah Amir bin Syarahil Al-Sya’bi dan salah satu muridnya adalah Abu Hanifah yang mendirikan aliran Hanafi. Salah satu ciri fiqih Abu Hanifah adalah sangat ketat dalam penerimaan hadits. Diantara pendapatnya adalah bahwa benda wakaf boleh dijual, diwariskan, dihibahkan, kecuali wakaf tertentu. Karena ia berpendapat bahwa benda yang telah diwakafkan masih tetap milik yang mewakafkan.
Murid Imam Malik dan Muhammad As-Syaibani (sahabat dan penerus gagasan Abu Hanifah) adalah Muhammad bin Idris Al-Syafi’I, pendiri aliran hukum yang dikenal dengan Syafi’iyah atau aliran Al-Syafi’i. Imam ini sangat terkenal dalam pembahasan perubahan hukum Islam karena pendapatnya ia golongkan menjadi Qoul Qodim dan Qoul Jadid.
Salah satu murid Imam Syafi’i adalah Ahmad bin Hanbal pendiri aliran Hanbaliyah. Disamping itu masih ada aliran zhahiriyah yang didirikan oleh Imam Daud Al-Zhahiri dan aliran Jaririyah yang didirikan oleh Ibnu Jarir Al-Thabari.
Dengan demikian, kita telah mengenal sejumlah aliran hukum islam yaitu Madrasah Madinah, Madrasah Kuffah, Aliran Hanafi, Aliran Maliki, Aliran Syafi’I, Aliran Hanbali, Aliran Zhahiriyah dan Aliran Jaririyah. Tidak dapat informasi yang lengkap mengenai aliran-aliran hukum islam karena banyak aliran hukum yang muncul kemudian menghilang karena tidak ada yang mengembangkannya.
Thaha Jabir Fayadl Al-Ulwani menjelaskan bahwa mazdhab fiqih islam yang muncul setelah sahabat dan kibar At-Tabi’in berjumlah 13 aliran, akan tetapi tidak semua aliran itu dapat diketahui dasar dan metode istinbath hukum yang digunakannya.

Berikut pendiri aliran-aliran tersebut :
1. Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar Al-Bashri
2. Abu Hanifah Al-Nu’man bin Tsabit bin Zuthi
3. Al-Uza’i ‘Abu Amr A’bd Al-Rahmat bin ‘Amr bin Muhammad
4. Sufyan bin Sa’id bin Masruq Al-Tsauri
5. Al-Laits bin Sa’d
6. Malik bin Anas Al-Bahi
7. Sufyan bin U’yainah
8. Muhammad bin Idris
9. Ahmad bin Muhammad bin Hanbal
10. Daud bin Ali Al-Ashbahani Al-Baghdadi
11. Ishaq bin Rahawaih
12. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al-Kalabi

Aliran hukum islam yang terkenal dan masih ada pengikutnya hingga sekarang hanya beberapa aliran diantaranya Hanafiyah, Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanbaliyah, akan tetapi yang sering dilupakan dalam sejarah hukum islam adalah bahwa buku-buku sejarah hukum islam cenderung memunculkan aliran-aliran hukum yang berafiliasi dengan aliran sunni, sehingga para penulis sejarah hukum islam cenderung mengabaikan pendapat khawarij dan syi’ah dalam bidang hukum islam.
  
2.      A. Aliran-aliran kalam
Menurut Ibn Khaldun, Ilmu kalam adalah Ilmu berisi tentang alasan-alasan yang mempertahankan kepercayaan-kepercayaan iman dengan menggunakan dalil-dalil pikiran dan berisi bantahan teerhadap orang-orang yang menyeleweng dari kepercayaan-kepercayaan aliran golongan salaf dan Ahli Sunnah. Adapun Aliran-aliran ilmu kalam diantaranya:
a.       Khawarij.
Khawarij Berasal dari kata kharaja yang berarti “keluar”. Pada awalnya, Khawarij merupakan aliran atau fraksi politik, kelompok ini terbentuk karena persoalan kepemimpinan umat islam, tetapi mereka membentuk suatu ajaran yang kemudian menjadi ciri umat, aliran mereka yaitu ajaran tentang pelaku dosa besar ( murtakib al-kaba’ir ). menurut Khawarij orang-orang yang terlibat dan menyetujui hasil tahkim telah melakukan dosa besar. Orang islam yang melakukan dosa besar, dalam pandangan mereka berarti telah kafir: kafir setelah memeluk Islam berarti murtad dan orang murtad halal dibunuh berdasarkan hadis yang menyatakan bahwa nabi muhammad saw bersabda ”man baddala dinah faktuluh“, atas dasar premis-premis yang dibangunnya Khawarij berkesimpulan bahwa orang yang terlibat dan menyetujui tahkim harus dibunuh. Bagi mereka,pembunuhan terhadap orang-orang yag dinilai telah kafir adalah “ibadah”.
b.      Murji’ah
Kelompok Murji’ah yang dipelopori oleh Ghilam Al-Dimasyqi berpendapat mereka bersifat netral dan tidak mau mengkafirkan para sahabat yang terlambat dan menyetujui tahkim dalam ajaran aliran ini, orang islam yang melakukan dosa besar tidak boleh dihukum kedudukannya dengan hukum dunia. Mereka tidak boleh ditentukan akan tinggal di neraka atau di surga, kedudukan mereka ditentukan di akhirat. Dan bagi mereka Iman adalah pengetahuan tentang Allah secara mutlak. Sedangkan kufur adalah ketidaktahuan tentang Tuhan secara mutlak, iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang. Imam Al-Syahrastani menjelaskan bahwa Murji’ah terbagi menjadi 6 subsekte.
c.       Qodariah
Qodariah adalah aliran yang memandang bahwa Manusia memiliki kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidupnya. menurut paham ini manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. aliran ini disebut Qadariyah karena memandang bahwa manusia memiliki kekuatan ( qudrah ) untuk menentukan perjalanan hidupnya dan untuk mewujudkan perbuatannya.menurut temuan sementara ajaran ini pertamakali dikenalkan oleh Ma’bad al-Juhani karena tidak terdapat bukti yang otentik tentang siapa yang pertamakali membentuk ajaran Qadariyah.
d.      Jabariyah
Menurut aliran ini manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan perjalanan hidup dan mewujudkan perbuatannya, mereka hidup dalam keterpaksaan ( jabbar ), karena aliran ini berpendapat sebaliknya; bahwa dalam hubungan dengan manusia, tuhan itu maha kuasa.karena itu, tuhanlah yang menentukan perjlanan hidup manusia dan yang mewujudkannya. Ajaran ini dipelopori oleh Al-ja’d bin Dirham.
e.       Mu’tazilah
Mu’tazilah secara etimologi berasal dari kata a’tazala yang berarti mengambil jarak atau memisahkan diri. Secara terminologi adalah aliran theologi Islam yang memberi porsi besar kepada akal atau rasio di dalalm membahas persoalan-persoalan ketuhanan. kelompok ini banyak menggunakan kekuatan akal sehingga diberi gelar “Kaum Rasionalis Islam” dan dikenal dengan nama “Muktazilah” yang didirikan oleh Washil bin Atha.muncul akibat kontroversi yang terjadi dikalangan ummat islam setelah perang saudara antara pihak Ali bin Abi Thalib melawan Zubayr dan Thalhah.
Ajaran pokok aliran Muktazilah adalah panca ajaran atau Pancasila Muktazilah, yaitu:
·         Ke-Esaan Tuhan (Al-Tauhid)
·         Keadilan Tuhan (Al-Adl)
·         Janji dan ancaman (Al-Wa’d wa Al-Wa’id)
·         Posisi antara 2 tempat (Al-Manzilah bainal Manzilatain)
·         Amar ma’ruf nahi munkar (Al-Amr bil Ma’ruf wa An-Nahy’an Al-Munkar).

Ahu sunnah wal jama’ahAhu sunnah wal jama’ah terbentuk akibat dari adanya penentangan terhadap aliran Muktazilah oleh orang Muktazilah itu sendiri, mereka adalah Abu al-Hasan, Ali bin Isma’il bin Abi basyar ishak bin Salim bin isma’il bin abd Allah bin Musa bin Bilal bin Abi burdah amr bin Abi musa al-asy’ari.
Imam al-asy’ari (260-324 H), menurut Abubakar isma’il al-Qairawani adalah seorang penganut Muktazilah selama 40 tahun kemudian ia menyatakan keluar dari Muktazilah. setelah itu ia mengembangkan ajaran yang merupakan counter terhadap gagasan –gagasan Muktazilah.
Ajaran pokok Ahlu sunnah wal jama’ah tidak sepenuhnya sejalan dengan gagasan Imam al-asy’ari. Para pelanjutnya antara lain Imam abu manshur al-maturidi yang kemudian mendirikan aliran Maturidiyyah yang ajarannya lebih dekat dengan muktazilah. Imam al- maturidi pun memiliki pengikut yaitu al-bazdawi yang pemikirannya tidak selamanya sejalan dengan gagasan gurunya. Oleh karena itu para ahli menjelaskan bahwa maturidiah terbagi menjadi dua golongan:
Ø  Golongan Maturidiah Samarkand, yaitu para pengikut Imam al-maturidi.
Ø  golongan Maturidiah Bukhara,yaitu para pengikut Imam al-bazdawi yang tampaknya lebih dekat dengan ajaran al-asy’ari.
Aliran kalam terakhir yang selamanya sejalan dengan gagasan-gagasan Imam Al-Asy’ari, terutama karena aliran Ahl As-Sunnah wa Al-jama’ah menggunakan logika (manthiq) dalam menjelaskan teologi, sedangkan aliran salafi menghendaki teologi apa adanya tanpa dimasuki oleh unsur ra’y.

3.      A. Aliran-aliran metapisika dan gnosis (tasawuf)
Aliran tasawuf atau mistik islam atau dasarnya merupakan pengalaman al-tajribah seperitual yang bersifat pribadi meskipun demikian, pengalaman ulama yang satu dengan yang lain memiliki kesamaan- kesamaan disamping perbedaan-perbedaan yang tidak dapat diabaikan oleh karena itu, dalam tasawuf terdapat petunjuk yang bersifat umum tentang maqamat dan ahwal.
Unsur-unsur yang dianggap berpengaruh pada ajaran tasawuf adalah kebiasaan rahib kristen yang menjauhi dunia dan kesenangan materi, ajaran-ajaran hindu, ajaran pythagoras tentang kontemplasi, dan filsafat emanisi plotinus.
Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran yang membicarakan kedekatan antara hamba dengan allah.dalam al-qur’an terdapat beberapa ayat yang menunjukkan kedekatan hamba dengan Allah; antara lain bahwa “Allah itu dekat dengan manusia”(Q.S. Al-Baqarah:186) dan “dan kami telah lebih dekat kepadanyadari pada urat lehernya”(Q.S.Qaf:16).
Pada awalnya, tasawuf merupakan ajaran tentang zuhud. Oleh karena itu, pelakunya disebut zahid. Kemudian, ia berkembang dan namanya diubah menjadi tasawuf, sedangkan pelakunya disebut shufi. Zahid pertama yang masyur adalah Al-Hasan Al-Bashri (642-728 M) dan diantara pendapat yang terkenal dalam raswif adalah “orang mukmin tidak akan bahagia sebelum berjumpa dengan tuhannya.
Metode tasawuf ada tiga, yaitu tahalli, takhalli, dan tajalli. Tahalli adalah pengosongan diri shufi; tajalli adalah mukasyafah, ma’rifah, dan musyahadah. Dua cara yang pertama tahalli dengan takhalli termasuk khuluqi. Sedangkan terakhir termasuk tahaqquq ( penyatu diri dengantuhan) sehingga termasuk tasawuf falsafi.
Didalam ajaran shufi bahwa tuhan berkehendak untuk menyatu dengan manusia,suatu keadaan mental yang diperoleh manusia tanpa bisa di usahakan maka disebut hal atau ahwal. Demikian pula adanya hubungan timbal nbalik antara tuhan dengan shufi.

4.      A. Aliran-aliran filsafat dan teosofi

Filsafat islam hakikatnya bersumber dari wahyu sebagai inti dan akal sebagai pendukungnya. Aliran ini muncuk akibat pergolakan internal di kalangan umat islam setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Disamping reaksi terhada\ pengaruh filsafat yunani dan peradaban asing terhadap umat islam. Dengan perkembangan baru seperti ini, timbullah berbagai perubaghan, terutama perubahan pemikiran yang membentuk berbagai mazhab dan aliran tertentu.
Menurut kartanegara (1987), dalam filsafat islam ada empat aliran berikut:
v  Filsafat islam peripatetik (memutar atau berkeliling) merujuk kebiasaan Aristoteles yang selalu berjalan-jalan mengelilingi muridnya ketika mengerjakan filsafat. Ciri khas aliran ini secara metodologis atau epistemologis adalah menggunakanlogika formal yang berdasarkan penalaran akal (silogisme) serta penekanan yangkuat pada daya-daya rasio. Tokoh-tokohnya yang terkenal adalah Al-Kindi, Al-farabu, Ibnu Sina, Ibn Ruysd, dan Nashir Ad-Din Thusi.
v  Filsafat islam aliran iluminasionis (israqi). Didirikan oleh pemikiran Iran, Suhrawardi Al-Maqtul. Aliran ini memberi tempat yang penting bagi metode intuitif (irfani). Menurutnya, dunia ini terdiri atas cahaya dan kegelapan.. Menurutnya, dunia ini terdiri atas cahaya dan kegelapan. Baginya tuhan adalah cahaya sebagai satu-satunya realitas sejati (nur al-anwar), cahaya diatas cahaya.
v  Filsafat islam, aliran irfani (tasawuf). Tasawuf bertumpu pada pengalaman mistis yang bersifat suprarasional. Jika pengenalan rasional bertumpu pada akal, penggenalan sufistik beertumpu pada hati. Tokoh yang terkenal adalah Jalaludin Rumi dan Ibn Arabi.
v  Filsafat islam, aliran hikmah muta’aliyyah (teosofi transeden). Diwakili oleh seorang fisuf syi’ah, yaitu Muhammad Ibn Ibrahim Yahya Qawami yang dikenal dengan Shadr Ad-Din Asy-Syirazi, atau dikenak dengan Mulla Sharda, yaitu seoranf filsuf yang berhasilmenyintesiskan ketiga aliran diatas.
Dalam pandangan fisafat islam, Fenomena alam tidak terdiri tanpa ada hubungan dan kekuasaan ilahi. Mempelajari alam berarti mempelajari ciptaanya. Dengan demikian, penelitian alam semesta (jejak-jejak ilahi) akan mendorong kita untuk mengenal ilahi dan semakin mempertebal keyakinan terhadapnya. Fenomena alam bukan realitas independen, melainkan tanda-tanda Allah SWT. Fenomena alam adalah ayat-ayat yang bersifat qauniyyah, sedangkan kitab suci adalah ayat-ayat yang bersifat qauliyah. Oleh sebab itu, ilmu-ilmu agama dan umum menempati posisi yang mulia sebagai objek ilmu.

B.     SEJARAH MUNCULNYA ALIRAN PEMIKIRAN DALAM ISLAM

Awalnya karena persoalan politik, lalu berlanjut pada masalah akidah dan takdir.
Ketika Nabi Muhammad SAW mulai menyiarkan ajaran Islam di Makkah, kota ini memiliki sistem kemasyarakatan yang terletak di bawah pimpinan suku bangsa Quraisy. Sistem pemerintahan kala itu dijalankan melalui majelis yang anggotanya terdiri atas kepala-kepala suku yang dipilih menurut kekayaan dan pengaruh mereka dalam masyarakat.
Tetapi, pada saat Nabi SAW diangkat sebagai pemimpin, beliau mendapat perlawanan dari kelompok-kelompok pedagang yang mempunyai solidaritas kuat demi menjaga kepentingan bisnisnya. Akhirnya, Nabi SAW bersama para pengikutnya terpaksa meninggalkan Makkah dan pergi (hijrah) ke Yatsrib (sekarang bernama Madinah) pada tahun 622 M.
Ketika masih di Makkah, Nabi SAW hanya menjadi pemimpin agama. Setelah hijrah ke Madinah, beliau memegang fungsi ganda, yaitu sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Di sinilah awal mula terbentuk sistem pemerintahan Islam pertama, yakni dengan berdirinya negara Islam Madinah.
Ketika Nabi SAW wafat pada 632 M, daerah kekuasaan Madinah tak sebatas pada kota itu saja, tetapi meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Negara Islam pada waktu itu, sebagaimana digambarkan oleh William Montgomery Watt dalam bukunya yang bertajuk Muhammad Prophet and Statesman, sudah merupakan komunitas berkumpulnya suku-suku bangsa Arab. Mereka menjalin persekutuan dengan Muhammad SAW dan masyarakat Madinah dalam berbagai bentuk.
Sepeninggal Nabi SAW inilah timbul persoalan di Madinah, yaitu siapa pengganti beliau untuk mengepalai negara yang baru lahir itu. Dari sinilah, mulai bermunculan berbagai pandangan umat Islam. Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakar as-Siddiq-lah yang disetujui oleh umat Islam ketika itu untuk menjadi pengganti Nabi SAW dalam mengepalai Madinah. Selanjutnya, Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab. Kemudian, Umar digantikan oleh Usman bin Affan.
Munculnya perselisihan. Awal kemunculan aliran dalam Islam terjadi pada saat khilafah Islamiyah mengalami suksesi kepemimpinan dari Usman bin Affan ke Ali bin Abi Thalib. Masa pemerintahan Ali merupakan era kekacauan dan awal perpecahan di kalangan umat Islam. Namun, bibit-bibit perpecahan itu mulai muncul pada akhir kekuasaan Usman.
Di masa pemerintahan khalifah keempat ini, perang secara fisik beberapa kali terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib melawan para penentangnya. Peristiwa-peristiwa ini telah menyebabkan terkoyaknya persatuan dan kesatuan umat. Sejarah mencatat, paling tidak, dua perang besar pada masa ini, yaitu Perang Jamal (Perang Unta) yang terjadi antara Ali dan Aisyah yang dibantu Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah serta Perang Siffin yang berlangsung antara pasukan Ali melawan tentara Muawiyah bin Abu Sufyan.
Faktor penyulut Perang Jamal ini disebabkan oleh yang Ali tidak mau menghukum para pembunuh Usman. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang dan menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun, ajakan tersebut ditolak oleh Aisyah, Zubair, dan Talhah. Zubair dan Talhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Ali semasa memerintah juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di Damaskus, Muawiyah bin Abu Sufyan, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi--di masa pemerintahan Khalifah Usman yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan.
Perselisihan yang terjadi antara Ali dan para penentangnya pun menimbulkan aliran-aliran keagamaan dalam Islam, seperti Syiah, Khawarij, Murjiah, Muktazilah, Asy'ariyah, Maturidiyah, Ahlussunah wal Jamaah, Jabbariyah, dan Kadariah.Aliran-aliran ini pada awalnya muncul sebagai akibat percaturan politik yang terjadi, yaitu mengenai perbedaan pandangan dalam masalah kepemimpinan dan kekuasaan (aspek sosial dan politik). Namun, dalam perkembangan selanjutnya, perselisihan yang muncul mengubah sifat-sifat yang berorientasi pada politik menjadi persoalan keimanan.
''Kelompok khawarij yang akhirnya menjadi penentang Ali mengganggap bahwa Ali tidak melaksanakan keputusan hukum bagi pihak yang memeranginya sebagaimana ajaran Alquran. Karena itu, mereka menunduh Ali kafir dan darahnya halal,'' kata guru besar filsafat Islam, Prof Dr Mulyadi Kartanegara, kepada Republika.
Sementara itu, kelompok yang mendukung Ali dan keturunannya (Syiah) melakukan pembelaan atas tuduhan itu. Dari sinilah, bermunculan berbagai macam aliran keagamaan dalam bidang teologi. Selain persoalan politik dan akidah (keimanan), muncul pula pandangan yang berbeda mengenai Alquran (makhluk atau kalamullah), qadha dan qadar, serta sebagainya.Sunni dan Syiah Dua Aliran Teologi yang Masih Bertahan.
Dari sekian banyak aliran kalam (teologi) yang berkembang di masa kejayaan peradaban Islam, seperti Syiah, Khawarij, Muktazilah, Murjiah, Kadariyah, Jabbariyah, Asy'ariyah, Maturudiyah, dan sebagainya, hingga saat ini hanya dua aliran yang masih memiliki banyak pengikut. Kedua aliran itu adalah Ahlussunnah wal Jamaah (biasa disebut dengan kelompok Sunni) dan Syiah.
Penganut kedua paham ini tersebar di berbagai negara di dunia yang terdapat komunitas Muslim. Tak jarang, dalam satu negara Muslim, terdapat dua penganut aliran ini. Secara statistik, jumlah Muslim yang menganut paham Sunni jauh lebih banyak dibandingkan yang menganut paham Syiah. Wikipedia menyebutkan, sekitar 90 persen umat Muslim di dunia merupakan kaum Sunni dan sekitar 10 persen menganut aliran Syiah.
Namun, sumber lain menyebutkan, paham Syiah dianut oleh sekitar 20 persen umat Islam. Sementara itu, penganut Islam Sunni diikuti lebih dari 70 persen. Rujukan lain menyebutkan, penganut Islam Sunni sebanyak 85 persen dan Syiah 15 persen.
Kendati jumlahnya tak lebih dari 20 persen, penganut Syiah ini tersebar hampir di seluruh dunia. Yang terbesar ada di Iran dan Irak, kemudian sedikit di Afghanistan, Pakistan, India, Lebanon, Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, beberapa negara pecahan Uni Soviet, beberapa negara di Eropa, dan sebagian di Amerika Serikat.
Seperti halnya Syiah, paham Sunni juga dianut oleh umat Islam di negara-negara tersebut. Tetapi, itu dalam komposisi yang berbeda-beda antara satu negara dan negara yang lain. Paham Sunni dianut lebih banyak umat, termasuk di Indonesia.
Di Iran yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, 90 persen merupakan penganut Syiah dan hanya delapan persen yang menganut aliran Ahlusunah Waljamaah. Karena jumlahnya mayoritas, paham Syiah tidak hanya diperhitungkan sebagai aliran teologi, tetapi juga sebagai gerakan politik di Iran.
Di Irak, 60 persen penduduk Muslimnya menganut paham Syiah dan 40 persen merupakan Sunni. Namun, ada juga yang menyebutkan, penganut Islam Syiah di negeri 'Seribu Satu Malam' ini berkisar 60-65 persen dan penganut Suni 32-37 persen. Para penganut Syiah di Irak merupakan orang dari suku Arab. Sementara itu, penganut Islam Sunni adalah mereka yang berasal dari suku Arab, Kurdi, dan Turkmen.
Di negara Muslim lainnya, seperti Afghanistan, jumlah Muslim Sunni mencapai 80 persen, Syiah 19 persen, dan penganut agama lainnya satu persen. Di Sudan, 70 persen penduduknya merupakan penganut Islam Sunni yang mayoritas bermukim di wilayah utara Sudan. Di Mesir, 90 persen penduduknya adalah penganut Islam yang mayoritas beraliran Suni. Sementara itu, sisanya menganut ajaran sufi lokal.
Sedangkan, masyarakat Muslim di Lebanon, selain menganut paham Sunni dan Syiah, juga menganut paham Druze. Namun, dari 59 persen penduduk Lebanon yang beragama Islam, tidak diketahui secara pasti berapa komposisi penganut paham Sunni, Syiah, dan Druze.
Berbagai sumber yang ada menyebutkan bahwa komunitas Suku Kurdi (kurang dari satu persen) yang bermukim di Lebanon, termasuk dalam kelompok Sunni. Jumlah mereka diperkirakan antara 75 ribu hingga 100 ribu orang. Selain itu, ada pula ribuan Suku Beduin Arab yang tinggal di wilayah Bekaa dan Wadi Khaled, yang semuanya itu menganut paham Sunni. Kendati demikian, di beberapa negara Muslim yang mayoritas menganut paham Sunni, seperti Indonesia dan Malaysia, penganut Syiah nyaris tidak diperhitungkan, baik sebagai aliran teologi maupun gerakan politik.
Siapa Ahlus Sunnah wal Jamaah?
Ketika membicarakan aliran-aliran teologi dalam Islam, ada sebuah hadis Nabi SAW yang selalu diutarakan, ''Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Satu di antaranya yang selamat, sedangkan lainnya menjadi golongan yang rusak. Beliau ditanya, siapa golongan yang  selamat itu? Beliau menjawab Ahlus Sunnah wal Jama'ah.'' (Hadis riwayat Abu Daud, at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ahmad).
Banyak ulama berpendapat, Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah mereka yang mengikuti semua yang berasal dari Nabi SAW, baik perkataan, perbuatan, pengakuan, maupun hal-hal lain yang dikaitkan dengan pribadi Rasulullah SAW. Itu sebabnya aliran ini disebut juga Ahlul Hadis was Sunnah (golongan yang berpegang pada hadis dan sunah).
Siapa dan kelompok manakah yang masuk dalam kategori Ahlus Sunnah wal Jamaah itu? Mayoritas umat Islam mengaku mempraktikkan sunah-sunah Nabi SAW, namun secara ideologi dan emosional terikat dengan aliran-aliran yang berbeda.Untuk menjawab pertanyaan di atas, secara definitif tidaklah mudah. Ada aspek-aspek yang mesti dilihat sebelum menggolongkan kelompok tertentu sebagai Ahlus Sunnah atau bukan. Aspek-aspek yang dimaksud adalah sejarah, sosial, budaya, dan politik.
Mengenai hal ini, ada beberapa alasan. Pertama, ajaran Islam mampu mengubah lingkungan sosial dan budaya yang berimplikasi pada perubahan pandangan hidup masyarakatnya. Kedua, dalam proses perubahan dari kondisi lama pada kondisi baru, terjadi penghayatan terhadap ajaran Islam yang dipengaruhi oleh keadaan sosial budaya setempat. Setiap masyarakat akan menghayati dan merespons ajaran Islam dengan cara yang berbeda karena mereka berada di suatu masa dan lingkungan yang tidak sama.
Itulah mengapa ada Asy'ariyah yang berkembang di Irak, Maturidiyah di Samarkand, dan Thohawiyah di Mesir. Ketiganya dianggap sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah. Pada awalnya, aliran-aliran tersebut muncul untuk merespons realitas yang sedang dihadapi umat Islam. Ketika itu, ide-ide yang ditawarkan ulama besar adalah cara pandang baru tentang kehidupan beragama, bukan menawarkan aliran teologi baru.
Sejarah mencatat, munculnya Asy'ariyah adalah respons terhadap kebijakan penguasa Dinasti Abbasiyah yang menjadikan Muktazilah sebagai aliran resmi pemerintah. Pengaruh paham Muktazilah mencapai puncaknya pada masa Khalifah Al-Ma'mun (198-218 H/813-833 M), Al-Mu'tasim (218-228 H/833-842 M), dan Al-Wasiq (228-233 H/842-847 M).Muktazilah terkenal mengagungkan rasionalitas yang sulit diterima oleh masyarakat awam. Kemudian, Asy'ariyah muncul menawarkan cara pandang baru yang lebih sederhana dan membumi. Doktrin-doktrinnya didasarkan pada sunah-sunah Nabi SAW dan tradisi para sahabat.
Sebagai sebuah cara pandang, perbedaan dalam tubuh Asy'ariah pun muncul. Muhammad Tholhah Hasan dalam bukunya Wawasan Umum Ahlus Sunnah wal Jamaah menulis bahwa dalam Asy'ariyah, terdapat perbedaan-perbedaan visi.Visi Abu al-Hasan al-Asy'ari (imam Asy'ariyah) tidak sama dengan murid-muridnya, seperti Al-Baqillani, Al-Juwaini, Al-Ghozali, dan As-Sanusi. Padahal, mereka mengklaim dirinya penganut Asy'ari. Demikian pula dalam mazhab fikih, terdapat perbedaan pandangan dan fatwa antara Imam Syafi'i dan pengikut-pengikutnya, seperti An-Nawawi, Ar-Rofi'i, Al-Buthi, Al-Qoffal, dan lain-lain.
Dalam perjalanan sejarahnya, Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak berhenti pada manhaj al-fikr (cara pandang) semata, tetapi menjelma menjadi firqoh (kelompok) yang terorganisasi. Dikatakan demikian karena Ahlus Sunnah wal Jamaah membentuk suatu doktrin dan mempunyai pengikut yang tetap. Jika seseorang mengaku sebagai pengikut Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang bersangkutan harus punya ciri-ciri tertentu dalam keyakinan, sikap, dan perilaku.Ciri-ciri itu kemudian menjadi pembeda antara penganut Ahlus Sunnah dan penganut aliran teologi lainnya. Masalah menjadi lebih rumit tatkala aliran-aliran teologi Ahlus Sunnah wal Jamaah sendiri punya karakter dan cirinya sendiri-sendiri.
Ada pengikut Ahlus Sunnah wal Jamaah yang disebut Ahlul Atsar, yaitu mereka yang mengikuti Imam Ahmad bin Hambal. Mayoritas kelompok ini mengikuti pandangan-pandangan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah. Ada yang disebut Al-Asya'iroh, yang sekarang menjadi umat Muslim mayoritas di beberapa negara, termasuk Indonesia. Ada pula kelompok Ahlus Sunnah ala Al-Maturidiyah yang terkenal dengan penggunaan rasionalitasnya.
Jika ada orang yang mencari-cari manakah di antara ketiga aliran di atas yang paling benar, jawabannya tergantung dari aliran manakah orang tersebut berasal. Jika ia orang Indonesia, mungkin akan menjawab Al-Asya'iroh-lah yang paling absah sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Akan tetapi, lebih arif jika umat Islam menyikapi perbedaan itu sebagai rahmat Allah SWT. Mari, kita biarkan perbedaan-perbedaan aliran teologi dalam Islam laksana warna-warni bunga yang mekar di tengah taman. Bukankah sebuah taman jauh lebih indah jika ditumbuhi aneka bunga dibandingkan taman yang hanya memiliki satu macam bunga? Tidak ada kebenaran, kecuali Allah SWT.
        
BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Sejarah merekam bahwa Islam sebagai agama Universal justru mendapat tantangan dari dirinya sendiri (Universalitas). Setiap pemeluk islam jika melihat ke dalam keluasan aspek dan pembahasannya maka meniscayakan beragamnya pendapat dan pandangan , tak ayalnya samudera tak bertepi, islam berusaha untuk selalu “diarungi” sejauh dan sedalam mungkin. Maka dari itu, kita melihat banyaknya kaum muslimin baik perorangan atau kelompok yang senantiasa berusaha sekuat mungkin untuk menemukan hakikat ajarannya yang Universal. Tak heran jika terjadi gesekan pandangan dan perbedaan pendapat yang mengemuka. Namun, bagi kami justru hal ini merupakan anugerah yang memperkaya khazanah keilmuan islam.
Perbedaan yang terjadi pada ranah teologi, politik, tasawuf, hukum hingga bangunan filsafat dan yang lainnya memberi warna dan corak tersendiri bagi dinamika peradaban Islam. Dari pemaparan kami di atas, dapat pembaca bayangkan betapa kayanya peradaban yang dibangun oleh Islam dan semua hal itu adalah buah hasil dari pergesekan, perbedaan dan dialektika yang terjadi di sepanjang sejarah islam.
Terlalu naif rasanya jika kami harus menyimpulkan ( menyempitkan ) keluasan khazanah yang dimiliki Islam. Namun, jika diizinkan kami ingin memberi catatan akhir bagi pemaparan pembahasan kami bahwasanya jika kita tarik ke kehidupan beragama kita saat ini, tentu kita seharusnya meneladani semangat yang diwariskan oleh para penyambung keagungan pesan yang terkandung dalam Islam.





DAFTAR PUSTAKA




https://www.republika.co.id/berita/shortlink/61241
iain-s.blogspot.com/2013/04/aliran-aliran-dalam-pemikiran-islam.html
chariril.blogspot.com/2014/12/aliran-aliran-dalam-pemikiran-islam-dan.html
Buku metodologi studi islam, Dr. H. Koko Abdul Kodir, M.A.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Makalah ( Ayat dan Hadist Ekonomi Konsumsi dan Jual-Beli) - Laras Aisah

MAKALAH AYAT DAN HADIS TENTANG KONSUMSI DAN BERBELANJA Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari Dosen pengampu: Bpk. H. Zaena...